Monday, March 22, 2010

Pendidikan melalui Tayangan Kebudayaan

Seperti diketahui pendidikan merupakan sebuah cara paling kuat untuk mengubah struktur budaya masyarakat. Dan mengutip kalimat dari salah satu halaman web: pendidikan massal melalui media massa seperti TV, internet, dan surat kabar/majalah merupakan bentuk lain dari transplantasi budaya, di mana proses inflitrasi budaya satu ke budaya lainnya berlangsung secara intensif dan dapat menyebabkan terjadinya penghapusan budaya (cultural genocide) secara perlahan-lahan (Nandy: 2000). Dapat ditarik kesimpulan bahwa peran media massa sangat kuat dalam kehidupan masyarakat. Sebagai basis pendidikan massal paling efektif, tayangan televisi memiliki peluang untuk mengubah tatanan budaya lokal dengan konten lokal.

Tayangan televisi yang makin marak saat ini adalah acara musik, yang membahas seputar musik, kirim-kirim salam, dan menayangkan video klip. Hampir setiap stasiun televisi swasta memiliki satu program musik yang waktu penayangannya bersamaan. Sebut saja Derings di Trans TV, Dahsyat di RCTI, Inbox di SCTV, Monchows di Global TV, dan masih banyak yang lainnya. Dilihat dari sisi audience, tujuan program acara ini memang hanya untuk kebutuhan hiburan semata. Malah bisa dikatakan tidak mendidik sama sekali karena tidak jarang tayangan tersebut menampilkan unsur kekerasan dari perilaku para presenter-nya. Dari sisi industri musik, tayangan serupa mungkin membawa pengaruh positif terhadap perkembangan musik lokal. Karena banyak band-band baru yang bermunculan seiring mudahnya memasarkan karya mereka melalui media televisi.

Pergeseran kebudayaan telah terjadi di Indonesia, karena masyarakatnya kini gemar menonton acara musik. Dari yang muda usia sekolah hingga yang dewasa dan ibu-ibu rumah tangga. Banyak cara yang dilakukan oleh stasiun televisi untuk mendongkrak rating dan menarik perhatian masyarakat dengan melakukan syuting outdoor di tempat-tempat keramaian seperti mal atau pusat perbelanjaan. Waktu penayangan program musik tersebut bertepatan dengan waktu sekolah, mengakibatkan kemungkinan anak-anak usia sekolah membolos dan menonton acara musik tersebut. Sangat disayangkan karena tidak memberikan manfaat apapun kepada siswa-siswa sekolah.

Bentuk tayangan sebaiknya dipertimbangkan sesuai aspek budaya lokal masing-masing daerah di Indonesia. Karena setiap daerah mempunyai budaya lokal masing-masing yang memiliki tingkat penerimaan dengan frekuensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, menampilkan tayangan yang sesuai dengan kebudayaan masing-masing daerah diharapkan mampu menjadi jalan keluar terhadap permasalahan pergeseran kebudayaan yang dialami di Indonesia.

No comments:

Post a Comment